Kamis, 04 Agustus 2011

IZIN TAK SESUAI, RIBUAN PETASAN DISITA




Supaad: Jangan Cuma PKL Ditertibkan, Agen Juga

Awal Ramadan, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tarakan kian eksis. Tak hanya tetap mengawasi distribusi BBM bersubsidi di SPBU maupun APMS, kemudian merazia tempat-tempat hiburan malam, tapi instansi yang berkantor di Jalan Pulau Halmahera, Ladang, itu juga menertibkan pedagang petasan.
Misalnya pagi kemarin (2/8), ribuan petasan dan kembang api berbagai merek disita petugas Satpol PP sebagai barang bukti. Selanjutnya, pemilik atau pedagang petasan tersebut dikenakan pelanggaran tindak pidana ringan (tipiring).
Kepala Seksi Penertiban dan Penyidikan, Mezak J.B. SH mengemukakan, penertiban ini dilakukan saat tersangka menjual petahan di kawasan pertokoan THM.
“Setelah diperiksa, ternyata tersangka tidak mengantongi izin,” beber Mezak.
Tersangka berinisial Ka, kata Mezak, sebenarnya membawa izin untuk menjual petasan, tetapi izin yang dibawa tersebut bukan atas namanya, melainkan atas nama orang lain. Ka sendiri mengaku menjadi pihak ketiga yang menjual petasan ini.
“Izin menjual petasan yang dibawa oleh tersangka ini dikeluarkan oleh Polda tentang penyaluran dan penjualan kembang api merek Comet dan Golden Eagle. Sebenarnya dalam izin tersebut ada tiga nama yang mendapat izin,”  beber Mezak.
Yang menjadi masalah menurut Mezak adalah kembang api atau petasan tersebut diserahkan kepihak ketiga, dalam hal ini tersangka untuk menjual di lapangan. Sementara hal ini tidak dibenarkan atau menyalahi aturan, karena izin tidak boleh dipindahtangankan kepada pihak ketiga.
“Kami akan sidangkan di pengadilan karena tersangka tidak punya izin,” tegasnya.
Penertiban penjual petasan tanpa izin ini rencananya dilakukan setiap hari selama bulan Ramadan oleh pihak Satpol PP. Ini menanggapi keluhan masyarakat karena merasa terganggu dengan adanya petasan yang membuat kebisingan di masyarakat. Kebisingan ini biasa terjadi saat malam hari usai salat magrib sampai selesai tarawih. Selain itu, petasan ini juga dapat membahayakan masyarakat bersangkutan, terutama anak-anak tanpa dampingan orang tua. Apalagi petasan yang beredar saat ini ada yang dengan daya ledak yang cukup besar.
Selain itu, Walikota Tarakan dalam surat edarannya Nomor : 300/1076/PEM tentang Ketertiban Umum Selama Bulan Puasa 1432 Hijriah tertanggal 25 Juli  juga melarang masyarakat melakukan kegiatan yang dapat mengganggu ketertiban umum seperti dalam poin nomor 4. Yakni bermain atau membunyikan petasan atau kembang api, yang menimbulkan ledakan, bermain atau membunyikan meriam bambu atau leduman, kebut-kebutan atau balapan liar.
“Serta kegiatan lain yang dapat mengganggu ketertiban umum. Bagi yang tidak mengindahkan surat edaran tersebut akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
MINTA SPESIFIK
Terpisah, Anggota DPRD Tarakan Supaad Hadianto menyoroti salah satu klausul di dalam edaran walikota tersebut. Terkhusus pada poin larangan penjualan petasan secara umum, padahal petasan yang banyak beredar di masyarakat ada berbagai macam jenisnya. Menurut Supa’ad, kriteria petasan yang dilarang, harus disosialisasikan kepada masyarakat, penjual termasuk agen petasan.
“Kebijakan melarang penjualan petasan, meriam bambu, penutupan tempat hiburan malam  dan membatasi jam operasi biliar di Tarakan, DPRD mendukung. Hanya, selain perlu intensifkan sosialisasi di masyarakat, kami koreksi khusus larangan petasan. Kriteria petasan yang dilarang harus jelas apa-apa saja,” kata Supa’ad.
Supaad berpendapat, jika yang dimaksud petasan yang menimbulkan suara ledakan dan keributan, tak hanya petasan, namun kembang api pun ada yang berjenis serupa. Pemerintah kota diminta memberi spesifikasi, kata Supaad lagi, dimaksudkan agar bisnis petasan dan kembang api yang merupakan salah satu lapangan pekerjaan di sektor informal bisa menyerap tenaga kerja.
“Kalau disebutkan seperti apa saja petasan yang dilarang kan biar jelas dan masyarakat juga tidak takut mau berjualan. Jadi tidak serta merta menutup pekerjaan mereka, sedangkan mereka berjualan di momen tertentu saja seperti Ramadan,” kata Supaad lagi.
Aparat penegak hukum seperti Satuan Polisi Pamong Praja  juga diminta menertibkan dan mengawasi para agen-agen petasan. Sebab, jika hanya para pedagang kaki lima saja yang ditutup lapaknya, keran penjualan petasan tetap tidak akan mati.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Tarakan itu juga meminta kepastian hukum yang jelas tentang jenis petasan yang dilarang dan juga penertiban agen-agen petasan di Tarakan.
“Pedagang kali lima ini mendapatkan dari agen karena memang agennya menjual. Jangan malah pedagang kaki lima saja yang ditangkap, tetapi agen tidak ditertibkan. Ini kan malah merugikan masyarakat kecilnya. Pedagang kaki lima yang berjualan ini kan sebenarnya membuka lapangan pekerjaan baru, seharusnya bisa dipertahankan agar menekan angka kriminalitas. Usaha ini bisa menjadi bisnis positif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang lebaran,” tandasnya.
Dikonfirmasi atas pernyataan dewan tersebut, Wakil Walikota Tarakan Suhardjo mengatakan tidak semua jenis petasan dilarang, asalkan tidak mengakibatkan keributan saat digunakan. Petasan yang dinilai menimbulkan suara keras, sudah pasti dilarang. Bahkan untuk jenis kembang api, dimungkinkan akan dilarang jika mengakibatkan percikan api dan membahayakan masyarakat.
“Intinya kalau menimbulkan suara keras dan mengakibatkan keributan pasti dilarang. Kita hanya mau umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa ini bisa menjalankan kegiatannya dengan tenang,” terang Suhardjo.
Ditambahkannya, kebijakan yang dikeluarkannya ini tidak serta merta menutup usaha informal para pedagang kaki lima, tetapi memang ada hal yang perlu dipatuhi untuk menjaga keselamatan bersama. Sama halnya Satpol PP sebagai aparat yang diwajibkan untuk mengawasi penjualan petasan ini, sudah juga diminta lebih memperhatikan kriteria yang dilarang dalam edaran tersebut.
“Kami tidak melarang usaha PKL ini, tetapi harus sesuai dengan aturan yang ada. Jangan mengganggu ketertiban apalagi membahayakan orang banyak. Sosialisasi juga sudah saya serahkan kepada Disperindagkop sebagai leading sector-nya, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” terang wawali.
“Sebenarnya asal menambah keindahan, diizinkan untuk dijual, tetapi kalau percikan api yang dihasilkan malah membahayakan, mengakibatkan kebakaran ya dilarang. Jadi tidak perlu secara detail disebutkan dan sebenarnya para pedagang pun sudah mengerti,” pungkas Suhardjo.(*/jnu, dta)


Sumber Info (Kecuali Gambar ilustrasi) :
RadarTarakan.Co.idRabu, 3 Agustus 2011

BERBAGI INFO :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang artikel diatas silahkan komentar anda yang bersifat positif dan membangun demi KOTA TARAKAN TERCINTA

SEKARANG KOMENTAR ANDA KAMI TUNGGU :