Minggu, 25 Desember 2011

DI TARAKAN, 250 KK TINGGAL DI HUTAN LINDUNG

#Tarakan - 


Hasil zonalisasi terhadap hutan lindung di Tarakan hingga kini belum diterima Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) Tarakan. Menurut Maryanto S Hut, kepala UPT KPHL Tarakan, hingga kini dari pihak pengelola teknis belum melaporkan hal itu.
 
“Sampai saat ini kami belum menerima laporan hasilnya. Karena pihak ketiga yamg mengerjakan program tersebut belum memberikan laporannya,” ungkapnya kepada Radar Tarakan kemarin (23/12). Dikatakan, sedikitnya ada 250 rumah atau kepala keluarga (KK) yang bermukim di kawasan hutan lindung ini.
 
Meskipun pengawasan yang dilakukan oleh seluruh personel KPHL bagian Resort Persatuan Hutan Lindung (RPH) sudah diintensifkan, namun masih ada saja warga yang bermukim di kawasan hutan lindung. “Satu titik di wilayah Juata Laut sekitar area Jembatan Kuning, sedikitnya ada 30 KK. Kemudian di Kelurahan Kampung Satu, di RT 9 terdapat 80 KK dan di RT 10 berjumlah 120 KK,” sebutnya.

Masih dikatakan Maryanto, KPHL sendiri saat ini hanya melakukan pendataan rutin, penyuluhan dan sosalisasi kepada masyarakat bersama Ketua RT dan petugas dari Kelurahan agar kondisi hutan 95 persen tetap dipertahankan. 

“Karena sudah menjadi daerah pemukiman, jadi kami hanya bisa menekankan warga untuk bersama-sama melestarikan fungsi hutan lindung yang sebenarnya,” ujar Maryanto.

Hutan lindung yang terletak di tengah pulau Tarakan ini, lanjutnya,  memiliki luas sekitar 6.860 hektare. Wilayah tersebut, sesuai rencana akan dibagi menjadi 4 bagian. Untuk menjaga agar tidak ada warga lagi yang ingin mengelola hutan.
 
Sementara yang telah terlanjur dihuni, kata dia, akan dilakukan pendekatan secara persuasif agar mereka sadar dan dapat meninggalkan hutan tersebut. Dimana setiap bagian memiliki pos penjagaan dan petugas patroli.  "Mereka tidak mau pindah karena beralasan telah  memiliki izin berupa surat pernyatan dari RT dan Lurah yang membolehkan mereka tinggal di kawasan hutan lindung. Padahal dalam UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sudah jelas tidak boleh melakukan aktivitas apapun di kawasan hutan lindung," ujarnya.

Khusus pemukiman, lanjut Maryanto, terus dilakukan pendataan.  setiap masyarakat yang memiliki surat hak kepemilikan lahan baik berupa surat pernyataan (SP) sertifikat dan surat jenis lainnya akan didata, setelah itu, dilakukan pembinaan secara berkala agar masyarakat tidak merusak, merambah hutan atau menambah bangunan serta membangun bangunan permanen.
 
“Kami hanya mengijinkan masyarakat membangun pondok kerja dengan ukuran 2 x 2 meter saja, untuk berteduh pada saat bekerja di hutan. Bangunan permanen tidak diperkenankan di kawasan hutan lindung,” tegasnya. (*/sam/ngh)



Sumber Info (Kecuali Gambar) : Jpnn.Com - Sabtu, 24 Desember 2011




BERBAGI INFO :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang artikel diatas silahkan komentar anda yang bersifat positif dan membangun demi KOTA TARAKAN TERCINTA

SEKARANG KOMENTAR ANDA KAMI TUNGGU :