Minggu, 22 Januari 2012

EKSPRESIKAN BENDA MATI JADI HIDUP



#Tarakan - PADA awal tahun 2000-an, tarian barongsai menjadi tarian umum yang dapat ditemukan di berbagai tempat. Di Tarakan perkumpulan pemain barongsai yang melambangkan kebahagiaan dan kesenangan ini, sudah hadir sejak 2001. Seiring perkembangan, perkumpulan barongsai itu juga selalu menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat Tarakan. Salah satunya barongsai Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Tarakan ini paling dikenal.
Ketua Tim Barongsai PSMTI Tarakan, Ferdi mengatakan, secara garis besar tarian barongsai terdiri dari dua jenis utama yakni Singa Utara yang memiliki surai ikal dan berkaki empat. Penampilan Singa Utara kelihatan lebih natural dan mirip singa ketimbang Singa Selatan yang memiliki sisik serta jumlah kaki yang bervariasi antara dua atau empat. Kepala Singa Selatan dilengkapi dengan tanduk sehingga kadangkala mirip dengan binatang Kilin.
Bila Singa Selatan terkenal dengan gerakan kepalanya yang keras dan melonjak-lonjak seiring dengan tabuhan gong dan tambur, sementara gerakan Singa Utara cenderung lebih lincah dan penuh dinamika karena memiliki empat kaki. “Nah barongsai yang sering dipertunjukkan itu adalah Singa Utara,” jelasnya kepada Radar Tarakan (Kaltim Post Group). Satu gerakan utama dari tarian barongsai adalah gerakan singa memakan amplop berisi uang yang disebut lay see.  
Permainan barongsai umumnya dapat diperagakan dalam dua gaya yaitu gaya bebas yang mengimprovisasi sendiri gerakannya, dan satunya lagi adalah gaya yang mengikuti koreografi yang sudah ditentukan sebelumnya. “Hal ini tergantung dari pilihan dan situasi yang membutuhkannya,” kata alumnus Universitas Sunan Giri, Surabaya ini.
Sementara gaya yang dikoreografi dengan urutan gerakan tertentu, umumnya dimainkan pada acara pertunjukan panggung, pertandingan atau acara khusus lainnya. Permainan barongsai diiringi selalu dengan tiga alat instrumen yang mendampinginya yaitu tambur, gong dan gembreng atau simbal.   
“Biasanya kita melakukannya dengan dua metode penggunaan instrumen tersebut, yang satu instrumen musik mengikuti pergerakan barongsai dan yang lainnya terjadi sebaliknya, yaitu barongsai yang mengikuti irama dan tempo musik,” katanya. Kedua-duanya dapat digunakan bergantian tergantung pilihan, kesepakatan antara pemain dan situasi.
Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari China Selatan. Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika zaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan barongsai. Perkembangan barongsai kemudian berhenti pada 1965 setelah meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Barongsai tidak boleh dimainkan lagi. Perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 membangkitkan kembali kesenian barongsai dan kebudayaan Tionghoa lainnya. Banyak perkumpulan barongsai bermunculan.
Berbeda dengan zaman dahulu, sekarang tak hanya kaum muda Tionghoa yang memainkan barongsai, tetapi banyak pula kaum muda pribumi Indonesia yang ikut serta.  Saat ini di Tarakan juga ada beberapa perkumpulan kesenian barongsai. “Yang jelas kesenian ini makin berkembang,” kata Ferdi.  






HARUS KOMPAK

Ferdi mengatakan, saat tampil pemain barongsai menjaga kekompakan, komunikasi, serta konsentrasi yang kuat. “Dari semuanya itu modal utama adalah keberanian,” katanya saat ditanya kunci keberhasilan penampilan barongsai.
Dia mengatakan, setiap tim terdiri dari 8 orang. Meliputi dua sebagai pemain singa,  6 di antaranya penabuh gong dan tambur. Pemain barongsai harus bereaksi, mengkordinasikan gerakannya dengan irama tambur, gong dan simbal, siap antisipasi terhadap perubahan, sehingga permainannya terlihat sebagai kesatuan yang harmonis.
“Bermain barongsai dia harus memiliki kemampuan mengekspresikan benda mati agar menjadi hidup, dinamis, dan penuh vitalitas, serta harus dapat mengekspresikan beberapa karakter suasana hati, mood, dan emosi seekor singa, seperti gembira, marah, angkuh, kecewa, nakal, curiga, mengancam, mabuk, rakus dan ingin tahu dan sebagainya,” bebernya.
Pemain harus menguasai gerakan-gerakan singa seperti cara berdiri, berjalan, mencakar, istirahat, memanjat, berlari, melompat, berguling dan membersihkan kuping dengan kaki, berkedip mata, serta menguasai urutan fase-fase permainan seperti tidur, pembukaan, bermain, mencari sesuatu, makan, penutupan dan tidur kembali.  
“Permainan Barongsai pada hakikatnya adalah gabungan antara seni dan keahlian bela diri, maka dari itu dituntut pemain untuk memiliki fisik sehat, kuat, reaksi cepat, fleksibel, stamina tinggi, gesit, lincah, dan memiliki kuda-kuda serta otot yang kokoh,” jelas Ferdi.
Salah satu tingkat permainan yang sulit adalah permainan di atas tiang-tiang yang bervariasi ketinggiannya. Mulai 0,8 meter sampai 3,5 meter. “Tapi kalau sudah biasa tidak ada rasa takut jatuh dan ragu-ragu melakukan gerakannya,” ucap dia. “Tapi kalau sedikit saja konsentrasi dan kekompakan terganggu atau terputus bisa berakibatkan fatal,” sambungnya.
Permainan barongsai ini terdiri dari dua permainan. Jika sudah mahir dapat dilakukan dengan menggunakan tiang yang berjumlah hingga 22 tiang dari berbagai ukuran. Sementara yang mainnya dilantai atau tanpa tiang biasanya dilakukan tim pemula. Tapi terkadang juga tim senior untuk sebuah event-event tertentu,” katanya. (sur/ran)


Sumber Info (Kecuali Gambar) : Kaltimpost.co.idMinggu, 22 Januari 2012

BERBAGI INFO :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang artikel diatas silahkan komentar anda yang bersifat positif dan membangun demi KOTA TARAKAN TERCINTA

SEKARANG KOMENTAR ANDA KAMI TUNGGU :