TERBARU.......

Kamis, 12 Mei 2011

WALIKOTA TAKKAN CABUT SURAT EDARAN



Mau Ngecer Disarankan Beli BBM Non Subsidi

WaliKota Tarakan H Udin Hianggio kukuh takkan mencabut surat edaran wali kota soal pembatasan pembelian BBM bersubsidi di Tarakan. Hal ini kata wali kota dilakukan untuk kepentingan orang banyak. “Tidak mungkin kami cabut, ini demi kepentingan orang banyak,” tegas Udin yang ditemui wartawan, kemarin.
Atas persoalan ini, wali kota meminta agar masyarakat Tarakan dapat melihat persoalan ini secara jernih. Terutama melihat dampak daripada dikeluarkannya surat edaran tersebut di SPBU-SPBU. “Barang (premium) ini subsidi pemerintah, jangan hanya karena kepentingan orang perorang lantas diabaikan,” tegasnya lagi. Wali kota justru menyarankan kepada para pengecer, jika tetap mau menjual premium di luar SPBU, agar mengambil premium non subsidi. Bukan sebaliknya membeli premium subsidi. “Kalau mereka mau jual yang non subsidi saya akan fasilitasi untuk minta ke Pertamina, tapi yang non subsidi, bukan subsidi,” cetus Udin Hianggio. Jika pilihan ini disetujui para pengecer, wali kota berjanji akan memfasilitasi hal tersebut ke Pertamina.
Wali kota memahami jika para pengecer yang kemarin melakukan aksi demo, beralasan menjual bensin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun dia berpesan agar aturan tetap dikedepankan dan tidak dilanggar. “Semua kita berbicara perut, tapi kalau bertentangan dengan aturan kita harus tegas,” tegas bekas ketua DPRD Tarakan ini.
Seperti diketahui, kemarin puluhan warga yang mengatasnamakan pengecer di Tarakan melakukan demo dan dialog di kantor DPRD Tarakan. Mereka meminta agar surat surat edaran Wali Kota Tarakan soal pembatasan pembelian BBM dicabut (baca selengkapnya halaman Metro Kaltara).
Soal pertemuan yang dilakukan para pendemo dengan para wakil rakyat di DPRD Tarakan, wali kota belum mengetahui apa hasilnya. Namun dirinya tidak membatasi jika anggota DPRD memfasiltiasi mereka. “Silakan saja karena ini aspirasi masyarakat. Kalau itu positif silakan saja dikaji apa keputusannya,” ujarnya. Saat ditanya apakah ada kemungkinan surat edaran tersebut direvisi, wali kota belum dapat memastikan. “Kita lihat saja, saya belum bisa memastikan. Yang jelas mari kita bersama-sama melihat dampaknya dengan surat edaran tersebut di SPBU,” tuturnya.
Wali kota pun berharap, para wakil rakyat di DPRD bisa melihat persoalan ini secara jernih permasalahan. “Jangan hanya karena kepentingan sejumlah kelompok lantas diakomodir dan masyarakat banyak dikorbankan untuk kembali mengantre dan sulit mendapatkan BBM. Dan pihaknya kembali menegaskan bahwa pemerintah kota tidak akan mengeluarkan izin legalisasi kepada pengecer-pengecer bensin untuk menjual premium secara bebas. “Saya tidak akan mencabut surat edaran. Silakan saja kalau mereka mau berjualan, dan akan kita fasilitasi untuk yang non subsidi dengan harga industri,” sarannya.
Untuk pengamanan, pemerintah kota masih mengandalkan kepolisian dan Satpol PP untuk terus melakukan pengawasan jika ada oknum yang melakukan penimbunan dan menjual premium eceran.



Sarankan Pengecer BBM Bentuk Lembaga Penyalur

Terpisah, Wakil Wali Kota (Wawali) Tarakan Suhardjo Trianto menegaskan, keberadaan surat edaran Wali Kota Tarakan, nomor 510/570/DPPK-UMKM, tentang pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar bagi kendaraan di SPBU dan APMS yang sampai saat ini masih berlaku. Ia meminta surat edaran ini tetap dapat diperhatikan semua pihak. Menurutnya, surat edaran tersebut merupakan bagian dari kontrol pemerintah dan bukan berarti untuk mematikan para usaha pedagang eceran bensin dan solar bersubsidi.
“Sekarang antrean tidak terlalu panjang lagi. Sebelumnya tidak demikian, melainkan terjadi kelangkaan, padahal jatah dari Pertamina tidak dikurangi, sehingga kondisi seperti ini akan terus kami kawal. Surat edaran ini juga jangan diartikan untuk menghabisi usaha ini,” terangnya.
Lebih jauh, bilang dia pemerintah mengkaji pola distrubusi BBM yang dibenarkan sesuai aturan negara, baik UU, peraturan pemerintah, ataupun peraturan presiden (Perpres).
Suhardjo mengatakan, pola tersebut dapat berupa pendirian lembaga penyalur seperti APMS ataupun SPBU, yang dibentuk oleh para pengecer. “Kalau pelegalan hitam di atas putih (tandatangan setuju melegalkan pengecer layaknya selama ini) rasanya tentu tidak mungkin, tetapi kami berpikir bagaimana usaha masyarakat ini bisa jalan dan tidak diartikan menyalahgunakan komoditi bersubsidi, tinggal teknis di lapangan,” kata Suhardjo.
Menurutnya, dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengaturan, Pengawasan, dan Pengendalian Penyaluran Bahan Bakar Minyak Bersubsidi, memang dapat mengakomodir layanan jeriken yang dimaksudkan untuk kepentingan UKM (usaha kecil menengah), selain untuk mengakomodir langsung pembelian untuk kendaraan. “Artinya bisa bawa jeriken, itu diperbolehkan. Tetapi tidak ada bahasa untuk diperjual belikan, karena di Perpres (Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2006) tidak membenarkan itu,” tegasnya.
Kata Suhardjo, dengan membentuk lembaga penyalur seperti APMS ataupun SPBU, maka mungkin pengecer bisa diakomodir. Pendirian lembaga tersebut, terangnya, bisa melalui CV, PT, ataupun koperasi. Teknis penjualannya pun sama seperti APMS-SPBU yang ada selama ini, namun dapat lebih disederhanakan sesuai kemampuan koperasi. “Bila ini dimungkinkan akan lebih cantik. Bisa saja tiap kecamatan akan ada APMS, konsorsium dari koperasi oleh para pengecer. Kan lebih bagus, sehingga jatah dari Pertamina tidak menyalahi peraturan pemerintah, perpres dan lainnya,” jelas Suhardjo yang ditemui di ruang rapat DPRD setelah mengikuti rapat dengar pendapat bersama DPRD dan para pengecer BBM bersubsidi.
“Dan yang lebih penting masyarakat semua ini menikmati harga subsidi, karena semangat harga subsidi yang diberikan oleh negara tidak lain adalah untuk kepentingan masyarakat. Tetapi kalau memperpanjang mata rantai, apa yang terjadi,” terangnya. Jika pengecer telah membentuk koperasi, lanjut Suhardjo, pengecer dapat mengajukan usulan penjualan bensin dan solar bersubsidi ke Pertamina agar diakomodir dalam membangun APMS. Hal tersebut tidak akan dapat mengurangi tindakan spekulasi dari oknum-oknum yang ingin mendapatkan keuntungan yang tidak dibenarkan dengan cara menjual ke luar Tarakan atau bahkan ke industri-industri dengan skala besar. “Dijamin harga tidak akan melanggar ketentuan Perpres. Apalagi di Tarakan ini memang harusnya banyak APMS atau SPBB karena jumlah penduduknya lebih banyak dibanding di daerah utara Kaltim lainnya. Jadi silakan membuka peluang itu,” imbuhnya. (ddq/ash)


Sumber Info (Kecuali gambar) :
Radartarakan.co.idKamis, 12 Mei 2011

BERBAGI INFO :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang artikel diatas silahkan komentar anda yang bersifat positif dan membangun demi KOTA TARAKAN TERCINTA

SEKARANG KOMENTAR ANDA KAMI TUNGGU :

VIDEO SUATU HARI DI KOTA TARAKAN

VIDEO SUATU HARI DI KOTA TARAKAN
LIHAT VIDEONYA, SILAHKAN KLIK GAMBAR DIATAS