Dhana Widyatmika, Pegawai Pajak yang Ditetapkan Tersangka
Nama Dhana Widyatmika alias DW tiba-tiba membuat heboh seantero Indonesia. Kekayaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan IIIC, di Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta ini ditaksir mencapai Rp 60 miliar, dan disimpan di 18 rekening dengan 5 bank besar. Padahal, gaji resmi DW sebagai PNS hanya Rp 3,5 juta per bulan. Karena kekayaannya yang dinilai tidak wajar itulah, DW akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Bahkan, DW yang mengingatkan orang pada sosok Gayus Halomoan Tambunan, pegawai pajak golongan IIIa yang juga memiliki harta puluhan miliar rupiah, saat ini telah dicekal agar tak kabur ke luar negeri.
Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI, Budi Utomo, mengatakan, DW masih berstatus sebagai PNS DKI dengan gaji Rp 3,5 juta per bulan. Meskipun Kejaksaan Agung telah menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka. Pemprov DKI belum bisa memberhentikan DW sebagai PNS, karena belum ada putusan pengadilan yang menyatakan dia bersalah. “Kita harus bersabar menunggu proses penyidikan yang akan dilanjutkan dengan persidangan yang akan mengeluarkan putusan atau penetapan pengadilan berkekuatan hukum. Selama belum ada putusan hukum, kami masih memberlakukan asas praduga tak bersalah,” kata Budi saat jumpa pers di Kantor Dinas Pelayanan Pajak DKI, Jl Abdul Muis, Jakarta Pusat, kemarin (28/2).
Menurut Budi, sejak maraknya berita kasus dugaan rekening gendut DW dan telah dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung, Pemprov DKI langsung mengambil beberapa langkah untuk memberikan informasi yang benar kepada publik. Diantaranya, Pemprov DKI telah mengumumkan data dan informasi tentang DW kepada pihak yang membutuhkannya. Langkah lainnya, berkoordinasi dengan atasan DW, dalam hal ini Dinas Pelayanan Pajak DKI dan Badan Kepegawaian Daerah DKI sebagai pembina kepegawaian.
Hasil koordinasi tersebut, apabila sudah ada putusan bersalah dan surat penahanan dari Kejaksaan Agung, maka kedua instansi ini akan memproses sanksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 tahun 2010 tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Jika sudah ada putusan pengadilan yang menyatakan dia bersalah, maka otomatis DW akan diberhentikan sebagai PNS DKI,” ujarnya.
Sekretaris Dinas Pelayanan Pajak DKI, Djuli Zulkarnaen, menerangkan, masuknya DW sebagai PNS DKI berawal dari kurangnya Sumber Daya Manuasia (SDM) di Dinas Pelayanan Pajak DKI 2011 silam. Selanjutnya, pihak Dinas Pajak berkirim surat kepada Kementerian Keuangan untuk meminta bantuan. Oleh kementerian keuangan, dikirimlah 100 staf Kemenkeu untuk bekerja di DKI. Sesuai proses rekrutmen pegawai, BKD pun memroses melalui tes kompetensi. Hasilnya, dari 100 orang yang lolos seleksi sebanyak 88 orang, salah satunya adalah DW. Namun, DW baru bekerja di Dinas Pelayanan Pajak selama sebulan terhitung dari tanggal 12 Januari 2012.
“Sehingga kecil kemungkinan rekening gendut tersebut diperoleh DW saat bekerja di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” terangnya.
Terlebih, sebelumnya yang bersangkutan bekerja di Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian sempat bertugas juga di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam dan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua. “Kemungkinan memang sebelum di sini. Kami juga tidak tahu banyak tentang kasus ini,” ujar Djuli.
Lebih lanjut ungkapnya, berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, ada dua jenis pemungutan pajak yang dialihkan ke pemerintah daerah dari pemerintah pusat yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dua jenis pajak ini dipegang Pemprov DKI mulai tahun 2011. Maka dikeluarkanlah Peraturan Gubernur no 29 tahun 2011 tentang pemungutan pajak PBB dan BPHTB di tingkat kecamatan. Kemudian dibentuklah UPPD di tingkat kecamatan yang membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berpengalaman mengelola kegiatan PBB dan BPHTB. “Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Pemprov DKI merekrut pegawai yang diambil dari Kemenkeu,” tuturnya.
Sementara itu, DW sudah dua hari ini tak masuk kerja. Setelah kasusnya mencuat ke media, yang bersangkutan langsung mengajukan surat izin tidak masuk selama dua hari sejak 27 Februari 2012. Surat tersebut ditujukan kepada Kepala Unit Kantor Pelayanan Pajak Daerah Setiabudi, Jakarta Selatan, dengan alasan DW ingin fokus kepada proses penyidikan kasusnya. Surat tersebut ditunjukkan oleh Sekretaris Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Djuli Zulkarnaen, dalam jumpa pers di kantor Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta di Jakarta Pusat, Selasa, 28 Februari 2012. “Kami lost contact dengan yang bersangkutan. Dia memang benar mengajukan surat izin untuk tak masuk selama dua hari,” kata Djuli.
Besok, Dhana dan Istri Diperiksa Kejagung
Kejaksaan Agung tidak membuang waktu untuk mulai mengungkap kejahatan yang dilakukan mantan PNS Ditjen Pajak Dhana Widyatmika. Besok (1/3), penyidik Gedung Bundar menjadwalkan memeriksa PNS golongan III-C yang diduga memiliki rekening hingga Rp 60 miliar itu. Tidak hanya Dhana, penyidik pidana khusus Korps Adhyaksa juga akan memeriksa istri Dhana, Dian Anggraeni. “Penyidik telah memanggil istri DW, inisialnya DA untuk menjadi saksi,” kata Kapuspenkum Kejagung Noor Rachmad, kemarin (28/2).
Penyidik, lanjut dia, telah menjadwalkan untuk memeriksa tiga orang saksi. Selain istri Dhana, Kejagung juga memanggil seorang pejabat di inspektorat jenderal Kementerian Keuangan dan karyawan PT Mobilindo, showroom milik Dhana, bernama Jamal. “Pemanggilan saksi dalam upaya membuktikan tindak pidana korupsi,” terang Noor Rachmad.
Pemeriksaan terhadap saksi-saksi, terutama dari PT Mobilindo dan istri Dhana, juga untuk menguak aliran dana milik Dhana. Bagaimana dengan sumber dana milik Dhana Nantilah. “Sabar,” jawab Noor Rachmad, singkat. Mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Gorontalo itu enggan berspekulasi tentang kemungkinan adanya perubahan status istri Dhana. Dia menegaskan, pemanggilan terhadap Dian dalam kapasitasnya sebagai saksi. Tergantung bagaimana penyidik nanti,ucapnya.
Begitu juga dengan kemungkinan upaya paksa, berupa penahanan, yang akan dikenakan terhadap Dhana. Hal itu menjadi kewenanganan penyidik pidsus untuk menentukan. Noor Rachmad mengakui, jaksa menyiapkan beberapa pasal untuk menjerat Dhana. Antara lain, pasal mengenai gratifikasi, penyuapan, korupsi, dan money laundering. “Itulah pasal-pasal untuk untuk mengungkap kesalahan dia,” katanya.
Meski demikian, dia menolak anggapan belum ada pasal yang secara pasti disangkakan kepada Dhana. Dia beralasan, penyidik tidak harus menyampaikan hal tersebut. Yang pasti, Kejaksaan menemukan fakta ada buki permulaan yang cukup sebagai tersangka, kata Noor yang bakal menempati pos baru sebagai Kajati Sumut itu. Dia meminta publik untuk memberi waktu kepada penyidik bekerja. Termasuk untuk menelusuri pihak-pihak yang terkait, sehingga dikenakan pasal penyertaan. “Ini kan sedang berjalan penyidikannya. Beri kesempatan kepada tim,” katanya.
Palsukan Identitas Pekerjaan
Tersangka korupsi pegawai pajak, Dhana Widyatmika, 38, ternyata memalsukan identitas pekerjaannya. Di KTP maupun kartu keluarga (KK), tertera status karyawan swasta. Sedangkan isterinya, Dian Anggraini, 37, yang seharusnya berstatus ibu rumah tangga. Padahal keduanya nyata-nyata merupakan PNS. Dalam kartu identitas itu mereka beralamat di Komplek Curug Indah, Jalan Elang Indopura A-7/15 RT 004/08, Cipinangmelayu, Makassar, Jakarta Timur. Kepala Satuan Pelayanan Kependudukan Kelurahan Cipinangmelayu, Sri Rejeki, mengatakan, sejak awal membuat KTP, Dhana memang statusnya karyawan swasta.
Namun dia mengaku tidak tahu sejak kapan tepatnya pembuatan kedua identitas itu. Namun berdasarkan file di kantor kelurahan, lembaran KK Dhana yang dicetak tanggal 24 Juni 2003, statusnya hanya karyawan swasta. Dhana memperpanjang KTP pada 21 Januari 2011. Dalam perpanjangan itu status pekerjaan Dhana dan isterinya tidak berubah dari data sebelumnya. Dhana memiliki nomor induk kependudukan atau NIK 3175080303740003. “Dari awal surat pengatar RT/RW pengajuan KTP dan KK memang tertera sebagai karyawan swasta. Bahkan saat kami wawancarai sebelum diambil fotonya, juga mengaku sebagai karyawan swasta. Atas dasar itulah, kami mencantumkan tulisan karyawan swasta pada status di KTP dan KK milik Dhana,” ujar Sri Rejeki di Kantor Kelurahan Cipinangmelayu.
Dalam KK tersebut, tercatat juga Dhana kelahiran Malang, Jawa Timur pada 3 Maret 1974 dan isterinya, Dian Anggraini, kelahiran Jakarta 09 Juli 1975. Mereka dikaruniai seorang anak bernama Tharif Widyapradana dengan kelahiran Jakarta, 22 September 2010. Sedangkan orangtua Dhana tertulis bernama Sundari dan IPG Merthana. KTP yang baru diperpanjangnya pada tahun 2011 lalu itu masa berlakunya hingga 3 Maret 2017. Sri Rejeki menyatakan tidak tahu persis awal mula terbitnya KTP dan KK milik Dhana.
Sebab dia sendiri bekerja di Kantor Kelurahan Cipinangmelayu itu sejak Maret 2004. Pada saat itu juga, sudah mendapati status yang ada di KK dan KTP Dhana seperti itu. Sehingga dia hanya menyimpan file dari pejabat sebelumnya. Menurutnya, jika seseorang bekerja sebagai PNS, seharusnya status di dalam KTP maupun KK juga tertulis PNS, bukan karyawan swasta. Demikian halnya jika seorang anggota TNI/Polri maka ditulis sebagai anggota TNI atau Polri. Jika karyawan BUMN, juga ditulis BUMN. (wok/rul/fal/dni/jpnn)
Sumber Info (Kecuali Gambar) : Radartarakan.co.id - Rabu, 29 Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tentang artikel diatas silahkan komentar anda yang bersifat positif dan membangun demi KOTA TARAKAN TERCINTA
SEKARANG KOMENTAR ANDA KAMI TUNGGU :