Pemkot Belum Terapkan Solar Cell di Lampu PJU
Tingginya biaya pembayaran penerangan jalan umum (PJU) yang ditanggung pemerintah kota hingga mencapai Rp 13 miliar lebih per tahun, tidak membuat pemerintah berubah haluan ke lampu hemat energi. Salah satu alternatifnya ke solar cell atau lebih dikenal lampu tenaga surya.
Kepala DKPP Tarakan, Subono Samsudi mengakui, tiap bulan pembayaran tagihan listrik PJU yang jumlahnya kurang lebih 3.300 buah ke PLN mencapai Rp 1,2 miliar lebih. Sebelum kenaikan tarif listrik pada April 2010 lalu, tanggungan yang harus dibayar hanya rata-rata Rp 400 juta. Meski mengalami kenaikan yang signifikan, namun di tahun ini belum ada perubahan. DKPP masih lagi mencari formula yang tepat agar dapat menurunkan biaya beban tagihan PLN yang muara kebijakannya ditentukan pemerintah bersama DPRD.
“Ada berbagai cara yang bisa dilakukan, apakah mengganti dengan lampu yang lebih hemat energi, solar cell atau difungsikan timer, atau pula meminta tarif khusus kepada PLN. Tapi ini kebijakan pemerintah bersama DPRD, bukan ranah kami sebagai pelaksana,” kata Subono Samsudi.
Dikatakannya, penggunaan solar cell juga masih pro-kontra. Di suatu wilayah, meski tidak lagi membayar KWh ke PLN, namun fungsinya tidak berjalan maksimal. “Kalau murah tapi tidak berfungsi maksimal juga menjadi pertimbangan,” jelasnya.
Dari besaran tagihan PLN yang mencapai Rp 13 miliar tersebut, sebagian bersumber dari dana pajak penerangan jalan umum yang dibayarkan masyarakat sebesar 5 persen dari total pembayaran bulanan di PLN. “Tapi kita masih nombok juga. Ini karena tarif PJU kita tarif khusus, lebih mahal dibanding tarif industri dan rumah tangga. Kalau di luar Tarakan, tarif PJU-Pemerintah itu tidak mahal. Ini yang menyebabkan besarnya biaya PJU,” ujarnya.
Nah, di pembahasan anggaran tambahan mendatang, DKPP berniat mengajukan kembali masalah ini ke badan anggaran pemerintah dan DPRD. Mengingat masalah ini cukup strategis disikapi karena menggunakan dana APBD yang sangat besar. “Persetujuannya tergantung Banggar DPRD dan Pemkot, kami hanya mengajukan,” tuturnya.
Sementara itu, mengenai kondisi PJU yang mengalami kerusakan di beberapa titik sejak lama, saat ini DKPP sedang melakukan tahap perbaikannya. Salah satunya di kawasan jalan Mulawarman. “Memang cukup banyak permintaan masyarakat yang masuk agar PJU diperbaiki, itu karena pemasangan atau perbaikan lampu ini harus lewat tender, sehingga memakan waktu. Tapi sekarang sudah selesai sehingga sudah mulai dikerjakan,” kata Subono.
BERHEMAT, HANYA PASANG LAMPU 42 WATT
Biaya operasional termasuk perawatan untuk lampu PJU setiap tahun cukup besar, bagi DKPP Tarakan. Seperti tahun 2010, anggaran service kerusakan PJU yang dikucurkan hanya Rp 500 juta dari APBD hanya mampu mengakomodir hingga setengah tahun (Juni). Selebihnya, dikatakan Kepala Bidang Pertamanan, Supriono SE MSi, jika ada beberapa titik lampu mati maka perbaikan menunggu anggaran tahun selanjutnya.
Dia menyebutkan, total setiap bulan tagihan pembayaran rekening PJU sekitar Rp 1,1 miliar dan pertahun mencapai Rp 13 miliar. Besarnya biaya pengeluaran dari PJU inilah, DKPP berupaya melakukan inovasi untuk penghematan, akibat minimnya dana. Supriono mengungkapkan, salah satunya dengan mengganti daya lampu dari daya 250 watt menjadi 42 watt dengan jenis lampu hemat energi.
“Dari data di lapangan hingga Maret, ada sekitar 300 titik lampu yang mati, namun kami lakukan perbaikan bertahap. Untuk pergantian daya lampu, keski dayanya dikurangi tetapi tingkat keterangan cahaya lampu setara. Diprediksikan semoga mampu menghemat sekitar 50 persen pengeluaran biaya rekening listrik,” ungkapnya.
Selain itu, tambah pria lulusan Magister Ekonomi Pembangunan UGM ini, untuk perawatan titik lampu dibagi menjadi 4 zonasi yakni per kecamatan. Untuk estimasi anggaran PJU tahun 2011, untuk dialokasikan sebesar Rp 500 juta, kemudian Rp 300 juta pemasangan baru dan Rp 200 juta penambahan KwH.
“Pergantian lampu tidak mesti putus, biasanya masalah di kontaktor atau kabel. Tapi akhir-akhir ini justru ada keusilan masyarakat mengganggu MCB di median. Tapi tetap kami mohon maaf ke masyarakat karena untuk PJU ini juga ada proses lelang, jadi ada keterlambatan untuk memperbaiki dan sekarang petugas sedang bertahap lakukan perbaikan,” terangnya kepada Radar Tarakan.
Penghematan lain, sebut Supriono, yakni penambahan KwH meter dan pemasangan timer di setiap lampu. Jika tidak menggunakan KwH meter, selama ini PJU mati atau menyala lantaran memakai sistem kontrak dengan PT PLN Tarakan, biaya listrik tetap ditanggung DKPP. Dengan KwH meter, ketika lampu sedang dalam perbaikan (mati) maka pemakaian daya listrik juga distop. Begitu pula pemasangan timer, ketika malam lampu bisa padam dan menyala secara bergantian.
“Misalnya dengan timer, nanti diatur setiap jam 11 malam lampu hidup-mati. Sebab kalau malam PJU mati efek mengganggu masyarakat juga tidak begitu besar, jadi selang seling, diantaranya untuk penghematan. Selain kami rencana pasang lampu hemat energi 42 watt namun terangnya setara 250 watt. Pasti menghemat, apalagi 1 median lampunya 2 unit,” jelas pria yang sebelumnya bertugas di BPLH Tarakan.
“Tapi bertahap, sementara direncanakan di 4 wilayah kecamatan, untuk Tarakan tengah ada 36 titik, Barat 42 titik, kawasan timur 25 titik dan Kecamatan Tarakan Utaran dipasang 32 titik lampu hemat energi. Nah, untuk rencana penggunaan solar cell, kami lakukan kajian dulu di 2012 mendatang,” pungkasnya. (ash/dta)
SUMBER INFO (kecuali gambar ilustrasi) :
Radartarakan.co.id - Selasa, 5 April 2011

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tentang artikel diatas silahkan komentar anda yang bersifat positif dan membangun demi KOTA TARAKAN TERCINTA
SEKARANG KOMENTAR ANDA KAMI TUNGGU :