TERBARU.......

Jumat, 08 November 2013

100 Persen Polisi Tidur di Tarakan Menyalahi Aturan


#Tarakan - Hasil pendataan terhadapspeed trap atau polisi tidur di Tarakan yang dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) cukup mencengangkan.

Dari 14 ruas jalan yang dilakukan pendataan, terdapat 76 titik polisi tidur terpasang. Dan dipastikan hampir 100 persen polisi tidur yang terpasang di Tarakan, menyalahi ketentuan yang ada yaitu sesuai Keputusan Menteri Perhubungan KM.3/1994 tentang alat pengendali dan pengaman pemakai jalan.



“Dilihat dari ketentuan teknis dan lokasi pemasangan, keberadaan polisi tidur di Tarakan secara spesifikasi teknis bisa dikatakan 100 persen menyalahi ketentuan yang ada,” ungkap Moh Anang Zakaria, Kepala Seksi dan Teknis Sarana Angkutan Darat Dishub Tarakan, kemarin (6/11).

Dijelaskan Anang, ketidaksesuaian pemasangan alat pengendali pemakai jalan  berupa gundukan yang dipasang melintang diatas permukaan jalan dan pita penggaduh ini bervariasi mulai dari ketinggian maksimal yang diperbolehkan, kemudian lebar tapak minimal dan kelandaian minimal.

“Kondisi paling ekstrim keberadaan polisi tidur ada di Jl Sebengkok Tiram, Jl Adityawarman dan Jl Pangeran Antasari. Ketinggian polisi tidur yang ada disana mencapai 18 cm, tentunya selain mengurangi kenyamanan juga membahayakan pengguna jalan karena bisa terpelanting pada saat melintas,” urainya.

Masih dikatakan Anang, Tarakan yang termasuk dalam kategori kota sedang memang mengalami pertumbuhan volume lalu lintas yang cukup tinggi. Pertumbuhan kendaraan roda empat misalnya, tahun ini sebesar 9,76 persen pertahun dan roda dua 15 persen pertahun. Sementara pertumbuhan jalan hanya 2,2 persen.

Tentu angka ini  tidak seimbang dengan jumlah kendaraan yang terus bertambah. “Sebagai penyelenggara kepentingan umum tentunya pemerintah kota tidak bisa begitu saja membiarkan kondisi ini, pemerintah harus menjamin keselamatan dan kenyamanan setiap pengguna jalan, terlebih pada jalan kota dan jalan-jalan lingkungan yang penyelenggaraanya menjadi tanggung jawab pemerintah kota,” ungkapnya.

Fenomena pemasangan polisi tidur di berbagai jalan tidak terlepas dari faktor historis dan sosial masyarakat. Secara swadaya memang masyarakat yang memasang polisi tidur karena merasa terganggu dengan pengendara yang ngebut dan ugal-ugalan di lokasi lingkungan mereka. Kebanyakan dari warga khawatir dengan keselamatan anak-anak di lingkungan mereka karena risiko tertabrak.

Sesuai dengan ketentuan undang-undang 22/2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, maka penyelenggara jalan dan prasarana pendukungnya selain jalan nasional dan jalan provinsi, adalah kewajiban pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kota.

“Sesuai dengan undang-undang, Dishub sebagai instansi yang menangani urusan pemerintahan  di  bidang  sarana dan prasarana  lalu  lintas  dan angkutan  jalan. Kami mengusulkan penanganan kontroversi polisi tidur ini kepada instrumen pengambil kebijakan,” terangnya

Salah satunya melakukan penyesuaian keberadaan polisi tidur yang tidak sesuai dengan ketentuan, terutama pada jalan yang mempunyai volume kendaraan tinggi dengan risiko lakalantas besar. Untuk kemudian diganti  dengan spesifikasi yang sesuai ketentuan.

Selanjutnya mengusulkan penambahan anggaran untuk mendukung program tersebut. Menurutnya, ketika program tidka didukung kebijakan penganggaran tentu tidak dapat dilaksanakan.
“Untuk keberadaan polisi tidur yang pemasangannya tidak sesuai dengan kelas jalan, akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk kemudian dilakukan penyesuaian. Penggantinya dapat berupa perambuan ataupun pita penggaduh dan lainnya. Pemerintah kota semestinya memberikan solusi bukan sekadar melakukan penetrasi dari setiap permasalahan dengan mengacu pada ketentuan yang sudah ada,” jelasnya.

Dengan begitu, maka tidak ada yang merasa dirugikan terutama masyarakat sekitar.

Untuk perkiraan, dengan asumsi rata-rata lebar jalan 5 meter, maka anggaran yang dibutuhkan untuk memasang alat pengendali pemakai jalan saat ini dengan bahan yang paling murah dan mudah didapatkan adalah cor semen diperkirakan berkisar Rp 70-75  juta.
“Meskipun secara teknis bahan yang direkomendasikan untuk digunakan adalah berjenis lentur dapat menyerap hentakan roda kendaraan,” pungkasnya.(dsh/ddq).

Sumber Info : Radartarakan.co.id - Kamis, 7 November 2013




BERBAGI INFO :

BLOG PAGUNTAKA CITY IN MEDIA
Bagaimana pendapat anda tentang manfaat BLOG PAGUNTAKA CITY IN MEDIA, Silahkan klik dibawah ini :







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang artikel diatas silahkan komentar anda yang bersifat positif dan membangun demi KOTA TARAKAN TERCINTA

SEKARANG KOMENTAR ANDA KAMI TUNGGU :

VIDEO SUATU HARI DI KOTA TARAKAN

VIDEO SUATU HARI DI KOTA TARAKAN
LIHAT VIDEONYA, SILAHKAN KLIK GAMBAR DIATAS