TERBARU.......

Rabu, 07 Desember 2011

" IBARAT KELAPARAN DI LUMBUNG PADI "


KISAH WARGA PULAU BUNYU YANG INGIN BERGABUNG DI KOTA TARAKAN

#Kaltim - 


ADA yang menarik dari pernyataan Wakil Ketua Pulau Bunyu GTT (Go To Tarakan), Robby Irwansyah saat Radar Tarakan (Kaltim Post Group) menyambanginya di rumahnya, Kamis (1/12) malam lalu. Pulau Bunyu dibaratkannya mati kelaparan di lumbung padi. Mengapa?
“Kita lihat sekarang kondisi pulau ini. Banyak sumber daya alamnya yang terkuras, namun fasilitas pembangunan sampai saat ini belum ada kita bisa rasakan, itulah alasan mengapa kami mengatakan warga Pulau Bunyu ini seperti tikus mati di lumbung padi,” cetusnya.
Pria berkulit sawo matang ini kembali menuturkan, keinginan bergabung dengan Tarakan bukan cerita yang mereka buat-buat. Dia optimistis bisa memisahkan diri dari Bulungan dan bergabung dengan Tarakan. “Kita meyakini apa yang kita lakukan adalah yang terbaik bagi Bunyu, karena sampai kapan kita harus begini, tidak diperhatikan,” katanya.
Robby yang juga Ketua Forum Komunikasi Pemuda Bunyu (FKPB) itu meyakini, saat ini beberapa pihak, baik dari Tarakan, Pemkab Bulungan, pemerintah provinsi hingga pusat sudah mendengar keluhan warga Bunyu. Namun dia belum tahu pasti, kapan mendapatkan kepastian bergabung dengan kota perdagangan dan jasa itu.
“Kita sudah banyak melakukan lobi dan sudah direspons dengan baik oleh sejumlah pihak. Namun, ada ganjalan, salah satunya ada demo di Jakarta yang dimainkan oleh sejumlah oknum yang mengatakan Bunyu itu lebih dekat dengan Bulungan. Padahal kita lihat sendiri, Bunyu itu lebih dekat dengan Tarakan dan kebanyakan bergantung di Tarakan,” katanya.
Selain itu, kata Robby, ada juga yang menginginkan agar pulau kecil tapi kaya itu memekarkan diri. Namun, baginya memekarkan diri perlu persiapan yang cukup, sementara fasilitas yang ada di Bunyu sendiri kurang memadai. “Sehingga kami hanya ingin tetap bergabung dengan Tarakan, apakah berat atau tidak, kita akan terus berusaha,” katanya.
Ayah 1 anak ini juga sempat menyesali mengapa sejak dulu tidak bergabung dengan Tarakan. “Saat itu memang kita sering disebut-sebut lebih dekat dengan Tarakan dan bakal bergabung dengan Tarakan setelah pemekaran, tapi kenyataannya Pemkab Bulungan tidak mau melepasnya. Tentu, dari segi pendapatan, Bunyu sangat menjanjikan bagi mereka, namun Bunyu tak pernah diberikan haknya,” ketus Robby kepada Radar Tarakan.
“Hati-hati juga dengan isu-isu tidak baik, karena Bunyu ini agak gampang dipecah dengan situasi seperti saat ini. Untuk itu, seperti yang selalu saya utarakan, mari kita suarakan keinginan kita sebelum terjepit seperti sekarang, kita harus bersuara,” cetusnya.
Dari pantauan Radar Tarakan, terdapat beberapa perusahaan yang menguras hasil bumi Pulau Bunyu, di antaranya PT Pertamina, PT Adani Global, PT Lamindo Inter Multikon, PT Mitra Niaga Mulya dan PT Garda Tujuh Buana.
Berdasarkan informasi, rata-rata setiap tahun Pemkab Bulungan kecipratan dana bagi hasil Rp 300 miliar dari PT Pertamina EP KTI Region Field Bunyu. Tahun 2007, setoran PT Pertamina ke Pemkab Bulungan sebesar Rp 360 miliar, tahun 2008 Rp 380 miliar, tahun 2009 Rp 360 miliar dan tahun lalu sebesar Rp 360 miliar.  Itu baru dari PT Pertamina, belum lagi dari perusahaan batubara maupun perusahaan lainnya.
Jika dihitung masing-masing perusahaan, selain PT Pertamina, perusahaan lainnya kita anggap menyetor dana bagi hasil Rp 200 miliar pertahun, berarti hampir Rp 1 triliun atau bahkan lebih yang masuk ke kantong Pemkab Bulungan. Sementara, fasilitas yang terpantau Radar Tarakan belum sepenuhnya bisa dinikmati warga.
Lihat saja, Puskesmas Bunyu, jika di Tarakan, Puskesmas Juata Laut yang dibangun mewah hanya dalam setahun, Puskesmas Bunyu Barat justru belum selesai sampai sekarang. Atau Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI), hingga sekarang belum tuntas. “Sepertinya sudah sekitar 3 tahun mas (puskesmas, Red),” ujar Saiful, warga Jalan Manunggal yang melintas di depan puskesmas itu. 
Bagaimana jika bergabung dengan Tarakan? Pulau Bunyu dengan 12 ribu warga, sebagian besar sudah menyatakan siap bergabung dengan kota transit ini. Sumber daya alamnya juga dipastikan akan menambah pundi-pundi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Tarakan jika benar-benar bergabung dengan Tarakan. Jika tahun ini APBD Kota Tarakan mencapai Rp 1,4 triliun dan diakhir tahun masih menyisakan ratusan juta silpa, sudah pasti hitung-hitungan bergabungnya Pulau Bunyu yang kaya raya tapi rakyatnya miskin ini bisa membantu menghabiskan silpa itu. “Kita berharap sekali bisa berpisah dengan Bulungan agar bisa terlihat pembangunan di Pulau Bunyu ini,” kata Robby.
Semudah itu? Pemkot Tarakan tentu tidak ingin gegabah menerima permintaan Pulau Bunyu lantaran proses penggabungannya yang bisa dipastikan memakan waktu. Pemkot Tarakan juga pasti punya perhitungan sendiri terkait keinginan warga Bunyu bergabung ke Tarakan. Selain harus “sungkeman” dulu ke Bulungan, Pemkot Tarakan juga pasti tidak ingin dikatakan sebagai provokator di balik keinginan warga Bunyu bergabung ke Tarakan.
Apakah Pemkot Tarakan tergiur dengan iming-iming besarnya pemasukan dari dana bagi hasil itu atau memang ingin mengakomodir keinginan rakyat Bunyu untuk maju? Kita lihat saja cerita selanjutnya.(nat/ngh/kpnn/lhl)


Sumber Info (Kecuali Gambar) : KaltimPost.Co.Id - Minggu, 04 Desember 2011

BERBAGI INFO :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang artikel diatas silahkan komentar anda yang bersifat positif dan membangun demi KOTA TARAKAN TERCINTA

SEKARANG KOMENTAR ANDA KAMI TUNGGU :

VIDEO SUATU HARI DI KOTA TARAKAN

VIDEO SUATU HARI DI KOTA TARAKAN
LIHAT VIDEONYA, SILAHKAN KLIK GAMBAR DIATAS