TERBARU.......

Jumat, 04 Oktober 2013

Polres Tarakan : Po, Aw dan CH Resmi Ditahan




Sejak 2012, Keperawanan Bunga-Melati Terenggut



#Tarakan - Oknum guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), Po, 52 tahun yang diduga melakukan pencabulan terhadap dua orang remaja berstatus pelajar di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Tarakan, resmi ditahan oleh pihak Kepolisian Resor (Polres) Tarakan. Hal ini Kasubbag Humas Polres Kota Tarakan Ipda Kamson Sitanggang, kemarin (3/10) kepada media.

Dikatakan, penahanan Po tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengakuan dua orang korban, Bunga dan Melati—keduanya nama samara—yang notabene masih dibawah umur ini.“Setelah kita melakukan pemeriksaan terhadap kedua orang tersebut. maka kita dapati bahwa memang telah terjadi perbuatan cabul sehingga kita menindaklanjuti dan melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga tersangka,” ungkap Kamson.



Guna diketahui, Bunga dan Melati secara resmi melaporkan Po pada hari Rabu (2/10) lalu dengan pernyataan  seperti yang terdapat pada Laporan Polisi Nomor: LP/712/X/2013/KALTIM/RES TRK. Tersangka Po yang berdomisili di Jalan Diponegoro, Sebengkok pun membenarkan kesaksian Bunga dan Melati yang menyebutkan bahwa dirinya telah menyetubuhi mereka secara bergiliran di salah satu hotel di Tarakan pada hari Minggu, bulan Agustus lalu sekira pukul 14.00 Wita.

Kedua korban juga mengakui bahwa Po membayar mereka. Bunga disebutkan mendapat tiga kali bayaran yaitu Rp 300 ribu, Rp 400 ribu dan Rp 700 ribu. Sedangkan Melati hanya mendapat bayaran Rp 700 ribu. Uang imbalan itu diberikan atas ‘servis’ kedua wanita belia tersebut.

Lebih lanjut lagi dalam pengembangan kasus tersebut Kamson juga secara resmi merilis bahwa ada dua orang tersangka baru lagi yaitu Aw (36) dan Ch (36) yang turut ditahan bersama Po. Munculnya tersangka Aw dan Ch juga berdasarkan keterangan kedua korban yang mengatakan bahwa kedua tersangka juga pernah melakukan pencabulan kepada mereka walaupun dalam konteks dibayar. “Jadi kedua orang ini setelah diperiksa, juga mengaku sudah melakukan persetubuhan dengan kedua korban,” jelasnya. Aw dan Ch menggunakan ‘layanan seks’ kedua remaja ini di dua hotel terpisah, yaitu di Jalan Mulawarman dan Jenderal Sudirman. Aw disebut membayar uang sebesar Rp 500 ribu dan Ch sebesar Rp 300 ribu.

Apakah Bunga dan Melati patut disebut korban, lantaran mereka mau disetubuhi dengan imbalan uang dalam jumlah tertentu? Kamson mengatakan bahwa pihaknya belum dapat menyimpulkan demikian.  “Kami tidak mau menyimpulkan seperti itu, karena itu hak privasi seseorang. Tergantung kesimpulan anda,” terangnya.

Para tersangka dapat dijerat dengan Pasal 81 ayat (1) subsider ayat (2) Undang-undang (UU) RI No. 23/2013 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. “Disana tidak ada diatur mengenai bayaran, yang diatur disana, seseorang melakukan hubungan seksual terhadap seorang perempuan yang umurnya belum mencukupi 18 tahun, akan diganjar hukuman seperti yang saya sampaikan tadi,” terangnya. “Jadi patut diketahui, si anak dibawah umur ini, kita sebut belum mengerti apa apa. Seharusnya orang yang melakukan tindakan pencabulan kepada merekalah yang mengerti. Artinya pelaku mengerti mereka ini masih anak-anak, tapi kenapa kok dilakukan (persetubuhan),” kata Kamson seraya menjelaskan bahwa berdasarkan pengakuan Bunga dan Melati, kondisi mereka saat bersetubuh dengan Po maupun dua tersangka lainnya, dalam keadaan tidak perawan. Lantaran pada tahun 2012 lalu, ‘mahkota’ mereka itu sudah direnggut oleh pacar masing-masing, yakni Bunga oleh By dan Melati oleh Iw.

Lalu apakah kasus pencabulan ini akan berkembang ke tersangka-tersangka lainnya? Kamson mengatakan bahwa hal tersebut mungkin terjadi, berikut dengan adanya dugaan keterlibatan oknum pejabat tinggi di kalangan Pemerintah Kota Tarakan sebagaimana yang pernah dituturkan salah satu korban. “Siapapun nama yang disampaikan oleh korban didalam pemeriksaan, tetap akan kita panggil. Namun demikian akan kita kumpulkan dulu alat bukti yang cukup untuk menguji keterangan yang disampaikan oleh seseorang tersebut,” ujarnya sebelum menuturkan bahwa dalam pemeriksaan terhadap korban, tak disebutkan adanya keterlibatan dukun aborsi.



SANKSI PO, TUNGGU BKD

Terhadap pelaku aksi pencabulan terhadap anak dibawah umur, Dinas Pendidikan Kota Tarakan menyerahkan sepenuhnya kepada peraturan perundangan yang berlaku. Meskipun, sang pelaku, Po adalah tenaga pendidik di salah satu sekolah negeri di Tarakan. KepadaRadar Tarakan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tarakan, Tajuddin Tuwo mengatakan, lantaran korbannya adalah anak dibawah umur, untuk perlindungan dan kelanjutan nasibnya bisa dipercayakan kepada Komisi Nasional Perlindungan Anak. “Masalah ini agak riskan untuk dikomentari, saya akan pelajari lebih dalam dulu. Motif tindakannya belum kita tahu secara jelas,” ungkap Tajuddin, kemarin (3/10).

Nah, lantaran sang pelaku utama, Po berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), sanksi kepegawaiannya akan ditetapkan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Tarakan. Dinas pendidikan sendiri, hanya bersifat memberikan rekomendasi sebagaimana aturan yang berlaku. “Pokoknya, masalah ini akan kita serahkan kepada aturan dan prosedur hukum yang berlaku. Kita tidak akan mencampuri ranah hukum yang berjalan,” terangnya.

Terpisah, Kepala BKD Kota Tarakan, Abdul Aziz Hasan yang dikonfirmasi mengenai hal ini mengaku belum dapat memberikan komentar lebih jauh. Mengingat dirinya sedang berada diluar daerah.(*/izo/dsh) 

Sumber Info : Radartarakan.co.idJumat, 4 Oktober 2013







BERBAGI INFO :


BLOG PAGUNTAKA CITY IN MEDIA
Bagaimana pendapat anda tentang manfaat BLOG PAGUNTAKA CITY IN MEDIA, Silahkan klik dibawah ini :







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang artikel diatas silahkan komentar anda yang bersifat positif dan membangun demi KOTA TARAKAN TERCINTA

SEKARANG KOMENTAR ANDA KAMI TUNGGU :

VIDEO SUATU HARI DI KOTA TARAKAN

VIDEO SUATU HARI DI KOTA TARAKAN
LIHAT VIDEONYA, SILAHKAN KLIK GAMBAR DIATAS